Saturday 18 April 2009

Serap Ilmu dari si Kecil



Serap Ilmu dari si Kecil
The bigger, the better. Sering mendengar kalimat itu kan? Secuplik kalimat itu sering menjadi panutan buat sebagian besar orang. Yup, hal-hal yang lebih besar emang umumnya dianggap lebih baik ketimbang yang lebih kecil. Kalau di depanmu ada dua potong kue black forest, yang satu besar, yang satu kecil, mana yang kamu pilih? Pasti yang gede kan? Hi hi hi.

Kalimat itu juga berlaku di bidang pendidikan. Pelajar yang kelasnya lebih tinggi dianggap lebih jago dalam hal akademik ketimbang junior-juniornya yang masih imut. Ngaku deh, gurumu pasti pernah melontarkan pidato yang bunyinya kayak gini kan? "Tirulah kakak-kakak kelas kalian. Yang bisa lulus dengan nilai gemilang, bla.. bla.. bla.. bla..."



Sering sebal kalau diceramahin seperti itu sama gurumu? Oho, sekarang nggak perlu. Jangan berkecil hati, junior! Stigma bahwa yang lebih gede pasti lebih baik sekarang bisa dengan sukses dibalik. Anak yang lebih muda juga bisa jadi panutan buat orang-orang lebih tua. Buktinya, ada 18,9 persen responDet yang pernah minta diajarin pelajaran sama adik kelas.

Tapi, sebagian besar (81,1 persen) responDet masih ogah melakukan hal tersebut. Mereka menganggap bahwa belajar ke adik kelas berisiko bikin mereka terlihat bodoh (45,4 persen), malah jadi nggak paham materi (24,0 persen), dan bahkan jadi bahan ejekan teman seangkatan (20,1 persen).

Meski demikian, mereka masih punya pandangan cukup positif buat anak yang minta diajarin sama adik kelas. Yakni, nggak gengsian (48,3 persen), nggak malu-malu (19,9 persen), dan pintar cari kesempatan (14,6 persen).

ResponDet pertama yang pengin urun cerita adalah Thalita Rachmawati. Anak SMA Wijaya Putra itu nggak pernah berguru sama adik kelasnya. Pasalnya, dia menganggap bahwa kuantitas materi yang diterima adik-adik kelasnya lebih sedikit. Kalau sampai belajar ke adik kelas, Thalita takut dibilang inteligensi kurang. "Maksudnya, kita ini yang lebih dulu dapet materi. Sudah menjalani masa-masa yang lagi dijalani sama mereka. Bakal keliatan nggak pinter kan kalo belajarnya dari adik kelas?" ujarnya.

Meski pantang melakukan, Thalita menganggap anak yang belajar ke adik kelas itu wajar. Soalnya, semua tempat adalah sekolah dan tiap orang bisa jadi guru, termasuk adik kelas. Thalita juga menganggap orang itu sudah membuang gengsinya. Sebab, butuh keberanian yang tinggi untuk berguru sama adik kelas. Orang yang bergengsi tinggi jelas nggak bakal melakukannya. "Anak yang minta diajarin adik kelas tuh lebih rela "makan" gengsi ketimbang kepintaran. Hebat tuh. Tapi, aku tetep nggak pengin kayak gitu, he he," cuapnya.

Lintang Putri Dewi dari SMPN 36 juga setuju sama pendapat Thalita. Dia nggak pernah menyedot ilmu dari adik kelasnya. Eits, Lintang bukannya sombong lho. Dia ogah melakukan hal itu karena takut malah nggak paham materi kalau minta diajarin sama adik kelas. Soalnya, meski topiknya serupa, materi yang diajarkan bisa aja nggak sama persis.

"Biasanya, adik kelas memang dapet materi dengan versi yang lebih baru. Tapi, bisa aja materinya beda sedikit dari yang pernah kita pelajarin. Apalagi adik kelasnya nggak seberapa pinter. Yang ada malah pusing karena nggak mudeng," cetusnya.

Menurut Lintang, anak yang minta diajarin sama adik kelas berarti nggak punya malu. Eits, jangan diartikan negatif lho. Maksudnya di sini, dia nggak malu-malu untuk minta ilmu dari juniornya. "Nggak ada kata terlambat buat belajar, kan. Apalagi nggak ada kata malu buat belajar sama siapa. Jadi, buat apa minder?" tandasnya.

Meski mengakui bahwa belajar ke adik kelas bisa bermanfaat, Lintang tetap enggan melakukannya. Dia ogah jadi bahan bulan-bulanan teman seangkatannya. "Nggak papa nggak nguasain materi ketimbang diketawain anak sekelas," katanya.

No comments:

Post a Comment